Konon, destinasi wisata Jepang Shirakawago benar-benar cantik saat musim dingin. Bermodal jaket Uniqlo pinjaman dari si empu, Mbak Rini, saya pun wisata ke Shirakawago. Masih dengan ketidaktahuan akan makna benar-benar dingin yang bikin gigi gemeretak, kulit kisut, dan tulang yang membeku tentunya. Di sini, kamu bisa buktikan sendiri kalau lipbalm yang kamu beli beneran bagus apa enggak karena cuaca dingin bikin bibir kamu merekah alias pecah-pecah. So, ini dia info transformasi dan akomodasi ke Shirakawago saat musim dingin.
Transportasi ke Shirakawago dari Tokyo dan Kanazawa
Jika punya Japan Rail Pass, kamu bisa mengambil rute Tokyo-Kanazawa (Ishikawa) dengan naik Hokuriku Shinkansen dari Tokyo. Harga tiket dibanderol seharga kurang lebih Rp 1,4 juta untuk sekali jalan kalau kamu tak punya Japan Rail Pass.
Sesampainya
di Stasiun JR Kanazawa, kamu bisa naik bus ke Shirakawago. Kalau kamu tak mau
ada drama dalam perjalananmu, sangat disarankan untuk beli tiket secara online
jauh-jauh hari. Dengan kata lain, persiapan pasti lebih ribet karena harus
punya itin fix beserta jam dan bujet. Takutnya, kamu akan kehabisan tiket jika beli
langsung di TKP. Mengingat Kanazawa-Shirakawago adalah golden route yang digandrungi
para turis. Untuk pemesanan tiket bus
online, silakan klik tautan berikut ini.
Tak ada hujan tak ada angin, salju turun dengan
anggunnya. Saya memotivasi diri sendiri, harus kuat fisik, harus kuat mental,
tak boleh manja. Nggak lucu banget kan saya cuma bobok cantik di dalam hostel
karena takut dingin?
Sebenarnya, saya sudah chatting dengan teman backpacker dari Malaysia dan Indonesia yang duluan travelling ke Shirakawago. “You should buy gloves!”, salah satu isi chat Tiqla, backpacker dari Malaysia. Membaca berbagai saran dari mereka, saya langsung meluncur ke Omicho Market di Kanazawa untuk beli perbekalan menghadang salju.
Naik bus dari
Kanazawa ke Shirakawago adalah kado terindah yang Tuhan titipkan pada hari
itu. Dari balik jendela bus, ukiran pegunungan salju tersaji secara
sempurna. Dan semua pemandangan ini bisa kamu lihat sampai di Terminal Bus
Shirakawago!
Mager di Ogimachi Bus Terminal
Salju tak
juga berhenti. Menurut kasak kusuk yang beredar di ruangan mungil Ogimachi Bus
Terminal, matahari baru akan muncul esok hari. Saya makin mengkeret dan menarik
syal kuat-kuat ke arah mulut. Niatan demi niatan yang terus berguguran layaknya
salju di luar ruangan itu. Hari itu saya menerima vonis terburuk, baru bisa
mengekplorasi Shirakawago keesokan harinya.
Mbak Andien,
teman backpacker dari Indonesia sibuk merapikan syal dan kupluk saya yang nggak
karuan. Dia juga menyodorkan sebungkus cokelat untuk ganjal perut dan
penghangat tubuh. Cokelat yang awalnya saya benci, pada hari itu menjadi
penyelamat. Rasanya tuh, hawa dingin di sana seperti Dementor! Buktinya, habis
makan cokelat, badan pun jadi sedikit lebih hangat. Sejak saat itu, saya selalu
menyediakan sekotak cokelat di dalam backpack!
Ngeteh Cantik
ala Nona Bule di Satou Restaurant!
Mbak Andien
yang nggak tega lihat saya kedinginan plus kelaparan, ngajakin buat ngeteh
sore-sore di Satou Restaurant. Kami pun memutuskan untuk makan di salah satu
restoran yang berada di depan terminal, namanya adalah Sato Restaurant. Pemilik
resto ini adalah kakek-nenek yang romantis abis! Mereka masak bareng di dapur
dan terlihat kompak berdua.
Pesanan saya berupa satu set onigiri. Dua kepal onigiri, dengan warna putih dan hitam yang disajikan di atas daun kering. Ada side dish berupa pickle edible wild vegetables atau disebut sansa. Kalau saya suka menyebutnya dengan sayuran gunung.
Sedangkan
Mbak Andien membeli satu kepal onogiri. Semua sajian sudah lenyap, kecuali satu
kepal onigiri. Obasan yang baik hati, membungkus satu onigiri tersebut dengan daun
kering tadi. Ahhhh, suka banget!
Ini salah satu alasan kenapa saya susah move on dengan Jepang, nuansanya alam banget nggak, sih? Kata si Obasan, “Lumayan untuk bekal, di area sini jarang ada restoran buka kalau malam”.
Penginapan Rekomendasi di Shirakawago, Ant Hut Hostel
Saya memilih memakai pick up service karena
lokasi hostel lumayan jauh. Selalu merasa bahwa Ant Hut Hostel adalah buah dari keteledoran karena tak jauh-jauh hari memesan hostel. Tanpa mengetahui bahwa
Tuhan sudah menyiapkan pengalaman terbaik yang akan saya dapatkan selama
menginap di hostel ini.
Seorang kakek
membawa plang Ant Hut memasuki area terminal. Sumpah lega banget!!! Saya pun
dipersilakan masuk ke dalam mobil. Kata si kakek, ia harus balik ke terminal
karena harus menjemput satu tamu lagi.
Dan taukah
kamu, siapakah tamu yang ia cari-cari di dalam terminal? Namnya adalah Ving Ha,
mahasiswi dari Vietnam yang sedang backpackeran keliling Jepang. Yang bikin
syok adalah ternyata kami sama-sama menunggu bus sejak dari Stasiun JR Kanazawa
sebelum ke Shirakawa-go. Dan saat saat duduk di dalam bus, ia juga duduk di
depan kursi saya selama perjalanan.
Ditambah
lagi, sekarang kami satu mobil berdua, menginap di hostel yang sama, dan satu
bunk bed (atas-bawah) yang sama! Hanya butuh 1 menit saja kami sudah asik
ngobrol. Rasanya kami sudah kenal sejak lama, kami pun saling takjub.
Itu pun masih
cukup bisa dimaklumi. Kalau fakta yang satu ini sepertinya benar-benar takdir! Ternyata, kami memiliki teman yang sama yaitu
Shabrina. Shabrina adalah teman kampus saya di Indonesia dan Vinha adalah teman
Shabrina di Jepang. Nggak saling kenal, tetapi entah bagaimana bisa bertemu di
Shirakawa-go. Ajaib banget! Orang-orang
di hostel mengira kami sudah temenan lama, padahal baru ketemu beberapa menit
yang lalu.
Tak hanya Vin
Ha, saya berjumpa dengan dua orang mahasiswa Nagoya yang lagi liburan ke
Shirakawago. Nama samarannya adala Grape dan Pineapple, dan seorang backpacker
dari Taiwan yaitu Apel.
Lahirnya Fruit Family di Ant Hut Hostel
Mengapa kami
memakai nama buah??? Ini juga ada cerita tersendiri nih. Jadi, kami semua di
persatukan dalam satu kamar mix-room. Nah, saat kami ngumpul di dalam kamar,
kenalan tuh satu-satu. Ternyata nama kami susah-susah untuk dilafalkan, apalagi
kami berasal dari berbagai negara dengan keunikan bahasanya masing-masing. Entah
bagimana jadinya, nama saya beruba jadi Ewi.
Udah kenalan lebih
dari 3 kali, di antara kami nggak ada satu pun yang ingat nama satu sama lain.
Akhirnya, lahirlah Fruit Family. Kami menamai diri sendiri dengan nama buah agar
lebih mudah diingat sekaligus dilafalkan. Pada tanggal 7 Maret 2017 lahirlah nama Strawberry, Blueberry,
Apple, Pineapple, dan Grape. Sampai sekarang, kalau chatting kami masih suka
pakai nama ini, lho.
Dinner on ice!
Sok-sokan
merasa kuat, saya dan Blueberry memutuskan mencari makan di sebuah restoran.
Obasan memberi kami kupon, lumayan buat
dapat diskon. Dengan semangat berlapis baja, kami langsung keluar memecah
malam. Brrrr, ini negara kenapa bisa dingin kayak gini? Lah kok, sepi ????
Berbekal
kamera, payung, kupon di kantong yang berkali-kali jatuh, dan selembar peta yang
sering terselip di kantong jaket, kami mencari restoran si pemberi diskon. Baru
berapa langkah dari hostel, kami pun tersadar. Cuma orang gila yang jalan-jalan
di malam bersalju karena dapat kupon makan, ha-ha-ha. Peta di tangan jadi
mubazir, karena dimana-mana bersalju,
jadi bingung arah dan lokasi.
Biar nggak
stres, kami malah foto-foto di pinggiran jalan. Ada tumpukan salju bagus,
segera mampir saja deh! Saat orang-orang stay di penginapan, kami jalan-jalan
sambil ngomong, “atsui, atsui, atsui(panas-red)”, untuk menghibur diri.
Puas
foto-foto dan ngevlog geje, kami segera balik ke hostel. Mau mengabarkan kalau
restorannya TU-TUP, sekian dan terima kasih. Balik ke hostel, dua Obasan tengah
belajar bahasa Inggris dipandu oleh seorang bule. Kami malah jadi ngobrol ngalor-ngidul ampai
malam. Abis si bule cabut, saya diminta jadi guru les dadakan. Yah, kalau level
cetek masih bisa lah. Untung si bule udah cabut, malu juga nih sama bahasa
inggris ala kadarnya ini.
Jam
menunjukkan pukul 11 malam, living room harus segera dimatikan lampunya. Kami
menempati kasur masing-masing dan mengucapkan selamat malam. Kalau sakit begini saya
jadi rindu dengan panasnya Indonesia. Pengen pulang sekarang nggak pake besok. Setelah
terlelap, saya jadi nggak mau pulang lagi, ha-ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar