22 Mei 2016

Rumah Kayu, Aroma Rumput dan Negeri Dongeng



Saya memiliki hobi yang aneh. Saat waktu luang hadir di sela-sela kesibukan, saya hobi berkendara sendirian keliling Kota Jogja. Dulunya, sepeda menjadi andalan jalan-jalan sembari mendengarkan musik. Namun, baru-baru ini saya lebih hobi menghabiskan jatah bensin daripada jatah keringat. Tujuannya adalah untuk mengagumi beragam rumah kuno, dengan  arsitektur unik nan ganjil hingga rumah tak terurus penuh oleh rumput.

Beberapa area yang menjadi favorit adalah pertokoan di Jalan Joga-Solo, rumah unik di Gejayan, hingga perkampungan dekat jembatan sebelum Tugu Jogja.  Saya juga menyukai rumah model Belanda yang terdiri dari beberapa kotak dan dikelilingi oleh kebun seperti perumahan Dosen UGM. Makin berlumut maka makin menarik. Satu lagi adalah rumah di tengah sawah yang berada di daerah Bantul. Uniknya, 3 rumah berjejer di tengah sawah dan hanya memiliki satu jalan keluar saja. Apakah mungkin?

Rumah Kayu dan Negeri Dongeng



Namun, jika ditanya tentang rumah yang akan saya bangun di dalam negeri dongengku, tak ada yang lebih seksi selain rumah kayu berukuran mungil di antara bukit, ladang, dan hutan! Saya sangat ingin tinggal di sebuah rumah impian seperti itu.  Rumah dari balok kayu berlumut yang sederhana dengan interior tanpa polesan. Dan ketika saya membuka jendela dapur di antara kesibukan menyiapkan sarapan, aroma rerumputanlah yang akan menyambut.

Sayangnya, saya tak cukup puas dengan aroma rerumputan ini saja. Ternyata, angin gunung yang membelai-belai dahan pepohonan bisa jadi candu. Seolah tak ingin kehabisan momen pagi yang sedikit mendung dan bertabur embun, saya akan menyiapkan satu cup teh panas homemade  tanpa gula. Sebagai pelengkap, saya akan merebus singkong, ubi ataupun kacang. Saya tak terlau bersahabat dengan cake atau biscuit saat menyeruput teh di pagi hari.



Ketika saya melongok ke luar lagi, bunga-bunga dalam pot tengah bermekaran dengan cantiknya. Mereka tumbuh di antara rumput-rumput liar yang akan saya biarkan begitu saja. Tak ada yang lebih membanggakan selain membiarkan rumput-rumput liar itu tetap hidup. Mungkin saya nobatkan sebagai gardener paling ramah di dunia rumput!

Homemade Flower Tea (DIY)

Dan saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Memetik beberapa bunga dan tanaman herbal lalu menyiapkan teh DIY. Menyimpan beberapa kuntum bunga dalam toples bening, lalu menyajikannya beberapa hari kemudian. Inilah yang namanya surga, segalanya berasal dari alam. Baru-baru ini, saya tertarik dengan DIY teh kulit manggis dan teh alang-alang. Teh serabut jagung dicampur madu murni juga tak kalah ciamik lho.



Rumah yang berdiri di tengah-tengah alam, diselimuti kabut, dikeliling rerumputan dan bunga warna-warni hingga kebun sayur mini akan selalu laik dilirik. Setidaknya bagi saya yang tak akan pernah bosan untuk menghabiskan hari untuk merumput. Dan pagi favorit saya bukanlah pagi cerah berhujankan cahaya matahari. Namun, pagi yang sedikit arogan, dingin, dan gerimis.

Surganya Berkebun!


Dan tiap harinya, saya akan sibuk menata pot dan menamam beragam bunga. Menyiraminya jika hampir kering dan sesekali menabur pupuk organic. Rumput liar pun tak luput saya pupuk juga. Lalu, saya berpindah untuk meracik beragam sajian berbahan sayuran dari kebun sendiri. Mentimun, cabai, tomat, terung selalu jadi sayuran favorit.



Kehidupan seperti ini yang akan selalu hadir dalam rumah dongeng. Saya bisa bersua dengan alam tanpa rasa bosan. Setalah seharian penuh semangat beraktivitas, malam saya akan ditutup dengan suara serangga yang menyanyi dengan merdunya. Saya bebas menjalani hidup dengan cara saya sendiri dan menghargai tiap hari yang saya lalui.

Sumber foto: Pixabay & Wikipedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar