Enaknya
kerja kantoran, kalau sabtu dan minggu pasti libur. Kesempatan emas untuk
pulang kampung, semacam Golden Week-nya anak kantoranlah. Memang, saya tipenya
suka dadakan sih kalau mau ngapa-ngapain. Mendadak pengen kuilah, mendadak
pengen pulang, dan mendadak pengen plesir! Jika ketidakpastian adalah sebuah 'paham' , saya adalah penganut pertamanya.
Sampai
di rumah, setelah naik motor dari Yogyakarta-Wonogiri sekitar 2,5 jam yang
ngabisin Pertamax 2 liter, rumah sudah dipadati sanak keluarga. Sebenarnya, saya
pulang dalam rangka pernikahan ibu. Saya pun mengambil cuti pada hari rabu-kamis, padahal jumat tanggal merah. Jadi??? Saya libur dari rabu-minggu.
Mantep gak nih?
Rabu-kamis
sibuk bukan kepalang. Banyak kerjaan yang ternyata belum terselesaikan. God! Saya
harus mondar-mandir nyari sinyal. Jangan pakai paket internet Telkomsel deh kalau
di pegunungan Wonogiri. Paling cocok sih 3. Saya dulu bisa Youtube-an GGS malah
pas pakai 3.
GGS?
Iya GGS, Ganteng-ganteng Serigala itu lho. Gini-gini saya ngefans berat dengan ketampanan Dek
Aliando. Gantengnya tuh troublemaker gimana gitu. Oke,balik
lagi ke cerita.
Karena
saking ngidam plesiran di Wonogiri,
berbekal sms saya menghubungi teman segeng pas SMA. Zaman SMA dulu meski saya
memiliki citra siswa teladan (tanya guru deh kalau tak percaya), saya punya
geng dengan nama ‘Bolgend’. Keren gak?
Bolgend
beranggotakan saya, Uut, Susan, Nina, dan Cebret. Penasaran gak Bolgend tuh
kepanjangannya apa? Kepanjangannya adalah Bolo Gendheng alias Teman Gila! Jadi
jangan bayangin, geng kami ikut berantem, jambak-jambakan, rebutan cowok
terganteng di sekolah, atau jadi cheerleaders saat ada basket ya. Sesuai nama, kami adalah geng dengan
kekonyolan dan kegilaan.
Geng Bolgend |
Negosiasi
hari plesiran pun berjalan alot. Topik kapan dan di mana rasanya hanya
berputar-putar saja. Seharian,hujan malas berhenti. Kami ragu akan jadi
plesiran atau tidak. Akhirnya, berbekal nekat, kami berangkat menuju air terjun
di Desa Mlati. Desa Mlati yang berlokasi di Kecamatan Krisak, menjadi primadona
baru bagi pecinta wisata alam di Wonogiri lho.
Air
terjun dengan 7 tingkat diperkenalkan kepada masyarakat luas. Dari pengamatan,
tempat wisata ini perlu untuk dipoles. Fasilitas yang ada belum memadai
untuk standar jalan-jalan kekinian. Misalnya, area parkir, penjaga, tiket masuk,
dan fasilitas lainnya.
Dapat
diakses dengan mobil kecil dan motor. Jalanan lumayan bagus, meski ada yang
berlubang. Tapi, kreatifnya orang Indonesia, warga sekitarpun jadi wirausaha
dadakan. Halaman rumah disulap menjadi lahan parkir dan toilet. Jadi tak perlu
khawatir lagi untuk parkir.
Perjalanan
dari pusat kota Wonogiri menuju Desa Melati sekitar 20 menitan. Selesai
memarkir motor, kami ragu lagi. Pasalnya, jam telah menunjukkan pukul 15.30,
habis hujan, mendung dan sepiiiii.
Dan
tau tidak, apa kesalahan fatal yang saya lakukan waktu itu? Saya bawa adik
berusia 8 tahun untuk naik gunung di antara rombongan perempuan! Niatnya sih,
mau ngajak nge-bolang, trus jelasin ke adik, harus sayang sama alam, gak boleh
merusak alam gitu. Tapi….kalau adikku nangis trus minta gendong gimana bro???
Kesalahan
kedua, saya tak membawa jaket, alhasil kedinginan sepanjang jalan. Ketiga,
pakai sandal jepit! Inilah risiko dadakan ala saya. Meski ragu, akhirnya, saya, Uut, Nina,
Susan,dan adik berangkat juga menyusuri persawahan. Nampak beberapa petani di
kejauhan, sedikit melegakan bagi kami. Oh ya, salah satu temen kami, Cebret,
tidak dapat ikut karena dalam misi mencari rezeki untuk nikah. So sweet!
Medannya
cukup sulit sebenarnya untuk kami yang memakai sandal. Sudah bisa membayangkan
belum tanah liat sesudah terlibas air
hujan seharian? Kita harus ekstra hati-hati karena jalanan licin, curam, bahkan
longsor. Kita juga harus waspada dengan ular dan lintah ya. Mending pakai
sepatu trekking deh!
Sialnya,
sampai di tengah perjalanan, adik mulai menunjukkan gejala-gejala mau rewel. Ia
menggaruk-garuk kepala, muka jutek, dan kayak mau minta balik. Oh dear! Rayuan
maut pun saya luncurkan, ‘kalau si bolang gak boleh rewel ya?’. Ajaib, sukses
berat! Adikku suka nonton Si Bolang di Trans7 sih. Good job Trans7.
Ketenangan
perjalanan yang dipenuhi keraguan ini makin memburuk dengan adanya suara yang
memecah hening. ‘Uhk..uhk..uhk’.
Kami
yang tengah terjebak di tengah-tengah lumpur campur air, menghentikan langkah,
lalu saling pandang dalam kebisuan.
‘LUTUNG!!!!!!!!’,
teriak hati kami.
Kami
mendengar suara lutung yang seolah-olah memberikan komando pada anak buahnya
untuk menyerbu kami. Perasaan seperti ini pernah saya rasakan sebelumnya.
Berjalan di tengah pegunungan landai dengan pohon-pohon rimbu di sekeliling? Jurassic
Park!
Saya
pun berinisiatif membuka suara.
‘Mau
balik apa lanjut?’
Semuanya
ragu.
“Jujur
aku takut’, saya menambahkan. ‘Dan keraguan biasanya bertanda buruk. Rasanya
seperti Jurassic Park gak sih?’, kataku bermonolog.
Raut
takut bercampur ragu begitu jelas di wajah mereka, kecuali adiku ya. Sepertinya
dia tak memikirkan apa-apa. Udah gatel pengan main air soalnya.
‘Kalau
aku manut(nurut-red) plend’, jawab Uut tak yakin. Sementara yang lain juga ’
manut’ dan mengatakan tak takut
pada lutung. Well, mungkin cuma saya
saja yang parno karena kebanyakan nonton Jurassic Park!
Setelah
berdebat dengan diri sendiri dan teringat dengan kisah bolang yang pemberani. saya memutuskan, ‘Lanjut yok!’. Perjalanan pun dilanjutkan dengan mataku yang
tak pernah berhenti mengawasi ke sekeliling. Gak lucu kan tau-tau ada lutung
minta gendong?
Perjalanan
yang kami tempuh sekitar 20 menit untuk menuju air terjun tingkat pertama. Di
tengah perjalanan, kami hanya menjumpai dua rombongan saja. Sialnya lagi, warung
yang berada di samping air terjunpun juga tutup. Kami benar-benar sendirian!
Bayang-bayang,
menikmati segelas kopi instan hangat pada sore hari di samping gemericik air
terjun pupus sudah. Dengan sedikit keberanian yang tersisa, sandal jepit kami
lepas, lalu nyempung ke sungai. Gak benar-benar nyemplung ya, hanya kaki kami
saja, hehe. Tak lupa selfie pakai tongsis, biar eksis.
Air
terjunnya cantik berat! Rasanya kayak di Jepang dengan daun berwarna-warni
di sekitar air terjun. Dan lihat saja warung dari kayu di samping air terjun,
beda tipis lah seperti kuil atau semcanam ancient building gitu. Suasananya
yang tenang membuat kita dapat menyelami alam lebih dalam. Airnya juga seger!
Sayangnya, hari makin gelap, kami memutuskan hanya sampai di air terjun tingat
satu saja. Nangis!!! Namanya Banyu Anjlok. Udara disekitar yang sejuk dan
berkabut membuat kita betah-betah di sana. Mungkin, next time Bolgend main ke
sini lagi.
Sebenarnya,
air terjun tujuh tingkat ini sudah ada sejak dulu, bahkan telah dinamai dengan
nama-nama unik dari para leluhur. Tapi, memang orang-orang sekitar belum
menangkap sisi ‘menjual’ dari air terjun ini. Mungkin rasanya seperti kita lihat sungai di depan rumah gitu kali ya?
Andai
tidak hujan, andai tidak kemalaman, andai kami sedikit berani, 6 air terjun
lain dapat kita singgahi juga. Keenam air terjun lain adalah Kedung Dhandang,
Kedung Bunder, Kedung Turuk, Jurang Gande, Kedung Ringin dan Padusan. Dari
semua air terjun ini, ada satu nama yang menarik. Hayo tebak air terjun yang
mana?
Nama
Kedung Turuk pasti akan menarik bagi pelancong yang bisa berbahasa Jawa. Turuk
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kelamin perempuan, tapi dalam
bahasa kasar. So, jangan keras-keras ya menyebut istilah ini di tempat umum.
Takutnya, dikira mesum lagi ^^
Waterfall Girl |
Puas
berfoto, kami langsung cabut. Di area persawahan tak lupa selfie sama
simbah-simbah petani yang balik dari sawah.
Dan sebelum perjalanan ini berakhir, ada satu tantangan lagi yang harus kami taklukan. Sungai tanpa jembatan.
Nunut Selfie Mbah |
Dan sebelum perjalanan ini berakhir, ada satu tantangan lagi yang harus kami taklukan. Sungai tanpa jembatan.
Main Air |
Sebelum menyebrang,
kami sempatkan untuk main air dulu. Airnya bersih dan segar, pengan lama-lama di
sana. Tapi, aliran sungai makin deras, jangan-jangan kami tak bisa nyebrang.
Selesai main air, saya harus menyebrangi aliran deras sungai dengan adik
menggelayut di punggung. Ya, saya nyebrang sungai sambil gendong adik! Nangis dalam hati.
Sampai
di parkiran, Uut, Nina, dan Susan ngaku kalau mereka sebenarnya takut pas ada
lutung. What the.. saya aja udah ngrasa parno gitu dan merasa lemah, ternyata
mereka takut juga. Baiklah, mending cuci kaki di kamar mandi warga yang sengaja
disediakan untuk pelancong saja.Kita siap-siap mau balik. Kata ibu-ibunya sih, biasanya air terjunnya
ramai kalau libur. Mungkin karena hujan seharian ya, jadi pada males main.
Air
terjun ini menambah khasanah tempat wisata di kotaku tercinta. Ayo segera
datangi saja, mumpung belum ada tarif masuk, hehe. Memang kalian tak penasaran
bentuk Kedung Turuk seperti apa? Katanya mirip banget lho! Oke, cukup di sini
ceritanya. Nanti kalau Bolgend ada acara nge-gila bareng lagi, pasti saya tulis
kok. Ngutip kata Trinity ya, money is
better spent on experiences than on material things! Mending duinya buat
jalan-jalan ya! Ngajakin boros deh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar