'Our twins's bracelet'
Did you know, Jun? I got an article from Chungdae Post in my university library. They talked about real friendship. The theme was ' who is your best friend? Who did you spend the most time with?'. The answer was handphone or smartphone.
But, my answer was myself. Yeah, I always think about myself! I should make my father in heaven proud of me. I promised him that I was going to take care my mother and my little brother. I never think anything else. Until now, I'm trying to be success.
But, my answer was myself. Yeah, I always think about myself! I should make my father in heaven proud of me. I promised him that I was going to take care my mother and my little brother. I never think anything else. Until now, I'm trying to be success.
I was really shocked when I got an email from you, I never thought about your feeling before. Whenever with you, I just want make you more confidence with yourself. You have everything that I never have. You have good brain and a lot of money, so why you give up with your future? You haven't a reason to do that. You'r my twins. If you are not strong, then, pretend to be strong. Keep writing my little brother! ^^
140508
Dapet
boneka Garfield dari hyung,
yeeeeey~~~~
Apakah
ini kelihatannya seperti akting? Haha
Enggak.
Aku lagi enggak akting. Karena aku benaran seneng dan makasih banget ^^
Aneh
ya?
Iya
sih, soalnya tadi aku nggak bilang apa-apa. Gomen
ne!
Aku
aslinya emang orang kaya gitu. Meskipun aku nggak yakin kamu menyadari sifatku
yang satu ini.
Aku
mungkin nggak pinter nutupin ekspresi “nggak suka” (contohnya insiden si
patrick tadi hahaha)
Tapi
ekpresi sayang, suka, cinta, dan sejenisnya.. aku cukup pandai menutupi semua
itu.
Ini
bukan fenomena alami lho. Ini adalah dampak dari didikan keluarga.
Seperti
yang kamu tau, keluargaku itu enggak seharmonis kelihatannya.
Tapi
meski begitu, bukan berarti kami membenci satu sama lain. Kami hanya nggak
pandai mengekspresikan kepedulian dan kasih sayang antar satu sama lain.
Aku
sendiri nggak ngerti kenapa bisa begitu. Kamu tau, sampai umur segini aku
bahkan enggak pernah bilang “aku sayang ibu” atau “aku sayang bapak” ke orang
tuaku secara langsung.
Aku
selalu berpikir.. dengan kepercayaan maka semuanya sudah cukup. Mereka percaya
bahwa aku sayang mereka seperti halnya selama ini aku percaya bahwa mereka juga
sayang sama aku.
Itulah
sebabnya, selama kita sahabatan sampai sekarang.. sekali pun aku nggak pernah
untuk sekedar bilang makasih ke kamu, atau apalah itu (wujud ekpresi sayang
kita ke sahabat).
Apakah
itu jahat? Haha
Gomen.
Tapi
aku bener-bener nggak tau gimana caranya ngungkapin perasaan itu secara
langsung.
Aku..
semenjak kita sahabatan sampai detik ini, aku selalu menganggap bahwa kamu itu
keren. Meskipun kita seangkatan, jujur sampe sekarang aku masih sungkan untuk
menganggap kamu temen sepantaranku. Haha
Sama
halnya dengan aku manggil kamu hyung,
bagiku kamu itu emang seperti kakak.
Kakak
yang kadang nyebelin, yang tulalit, tapi juga kakak yang selalu bikin aku
ngerasa bangga.
Kamu
mungkin nggak tau (atau justru sebaliknya), kalo lagi sama kamu.. (terlebih
semenjak kita kuliah) aku ngerasa seperti sedang memikul beban yang berat,
penuh anxiety, dan insecure banget.
Munafik
nggak sih aku? Aku padahal suka ngatain Minseok yang insecure-nya kelewatan.
Tapi
semua itu, bukan karena aku nggak suka menghabiskan waktu sama kamu. Itu karena
aku merasa menjadi sangat kecil kalo lagi sama kamu. Aku yakin kamu (mungkin)
juga ngerasa. Kalo lagi sama kamu, perhatiin deh ekspresiku kadang pasti
kelihatan nggak nyaman dan kalo ngomong suka belepotan. Seolah-olah aku seperti
nggak bisa jadi diriku yang biasanya.
Aku
kenapa ya kok bisa kaya gitu?
Apa
karena aku iri? Ya, awalnya aku ngira mungkin itu karena aku iri sama kamu. Di
sana kamu bisa begitu konsisten dengan apa yang kamu lakuin. Sedang aku di
sini?
Tapi
ternyata itu bukan karena perasaan iri. Karena aku bukan tipe orang seperti
itu. Aku bukan orang yang gampang iri-an ke orang, termasuk ke kamu.
Itu
bukan iri, melainkan sebuah perasaan kasihan. Aku kasihan sama diriku sendiri.
Aku
kasihan dengan diriku yang enggak bisa mengimbangi kamu (sebagai temenku).
Temen yang nggak bisa bikin kamu bangga. Temen yang mungkin hanya akan bikin
kamu malu.
Itulah
sebabnya... itulah sebabnya aku merasa terbebani.
Kamu..
selain seperti seorang kakak, bagiku kamu seperti role model.
Kamu
mungkin nggak tau seberapa besar aku mengagumimu.
Setelah
ketemu kamu, moodku pasti akan
langsung berubah jadi baik (seperti sekarang misalnya). Rasa percaya diri dan
semangatku pasti langsung bangkit.
Dulu..
kamu pernah tanya ke aku, “cita-citamu ki asline opo? Opo sing asline kowe
iso?”, dan saat itu aku hanya bisa diem.
Aku..
bukan karena aku nggak punya cita-cita makanya aku diem. Itu.. karena aku udah
nggak ingin mengingatnya lagi.
Percuma,
pikirku. Meskipun cita-citaku setinggi langit, aku nggak akan mungkin bisa
meraihnya.
Bukan..
tapi karena mereka nggak akan setuju meski aku berusaha untuk meraihnya.
Mereka?
Ya,
mereka. Keluargaku.
Orang
tuaku.. bahkan sebelum aku memutuskannya, mereka udah merencanakan masa depanku
terlebih dulu, hyung.
Kenapa
mereka berusaha mati-matian nyari modal dan mengembangkan toko sampai seperti
sekarang ini, itu semua karena untuk masa depanku. Mereka pengen aku
ngelanjutin usaha itu, dengan begitu aku akan selalu bersama mereka.
Orang
tuaku.. enggak ingin menikmati masa tuanya sendirian.
Meski
pada dasarnya aku juga nggak pengen membiarkan mereka menua tanpa didampingi
anak-anaknya.
Dulu,
waktu ada beasiswa ke Jerman dan aku bilang aku mau ikut, mereka nggak ada yang
mendukungku sama sekali. Mereka emang nggak melarangku untuk ikut, tapi aku
bisa ngeliat dari kata-kata mereka yang menyiratkan bahwa mereka enggak
berharap aku berhasil dapet beasiswa itu.
Kenapa?
Karena mereka takut.
Mereka
mungkin emang nggak percaya kalo aku bakal bisa hidup mandiri. Tapi
kelihatannya alasan itu bukanlah alasan satu-satunya. Alasan utamanya adalah..
karena mereka takut, bahwa setelah nantinya aku berhasil dengan adaptasiku di
Jerman (dulu sebelum aku kuliah di jogja mereka juga mikir aku bakal sering
pulang karena nggak betah di sini, tapi nyatanya sekarang aku malah betah
banget dan nggak kepengen pulang), maka kelak aku pasti bakal pengen pergi ke
tempat yang lebih jauh lagi dan meninggalkan mereka gitu aja. Terlebih sekarang
Mbak Ika udah berkeluarga dan tinggal sama suaminya.
Aku..
waktu kelas satu SMP aku pernah nulis sebuah cerpen (gara-gara tugas bahasa indonesia
kalo nggak salah). Cerpen itu dibaca temenku dan dia bilang ceritanya bagus
(karena sukses bikin dia nangis). Dia bilang sama aku, “Linda.. kamu punya
bakat nulis. Kalo kamu mau ngembangin, aku yakin kamu bisa jadi penulis”.
Berkat
kata-kata temenku itu, saat itu juga aku mutusin, bahwa cita-citaku adalah
menjadi seorang penulis.
Ini
beneran, hyung. Aku pengen jadi
penulis bukan karena ikut-ikut kamu seperti yang sempet kamu curigai dulu haha,
tapi ini emang murni cita-citaku bahkan sebelum kita ketemu dan aku kenal kamu.
Aku
bener-bener pengen bisa sekolah keluar negeri dan menulis pengalamanku itu ke
dalam sebuah buku.
Dulu,
untuk menyalurkan bakat menulisku, aku sempet nulis beberapa fanfic, tapi
akhirnya berhenti di tengah jalan karena hopeless.
Hopeless setelah aku tau keinginan
orang tuaku itu.
Meski
aku percaya di dunia ini enggak ada yang enggak mungkin. Tapi aku bukanlah tipe
orang yang akan berani menjalani sesuatu tanpa adanya restu dari orang tuaku.
Bagiku, restu mereka adalah segalanya, karena itu berimbas pada wujud baktiku
ke mereka. Dan aku juga percaya bahwa tanpa adanya restu orang tua, apapun yang
aku jalani enggak akan berjalan baik. Itulah sebabnya aku berpikir untuk
melupakan cita-cita itu dan menguburnya dalam-dalam.
Tapi
toh pada akhirnya aku tetep nggak bisa membohongi diriku sendiri, bahwa sampai
detik ini mimpi itu masih ada.Dan aku baru menyadarinya setelah aku sukses
bikin skenario pentas drama kelasku tahun lalu.
Apa
yang paling bisa membanggakan bagi seorang penulis?
Sejujurnya
aku juga nggak tau apa jawaban pastinya. Tapi bagiku, hal yang paling
membanggakan adalah ketika ada seseorang yang membaca tulisanku dan orang itu
menyukainya.
Waktu
itu (saat drama itu) di antara teman-teman setimku, ada salah seorang rekan
yang pas di akhir acara, di tengah rekan-rekan yang mengabaikan kerja kerasku,
dia bersuara dengan lantangnya “Linda. Makasih. Makasih atas skenarionya.”
Juga
ketika foto bersama dengan para dosen. Salah seorang dosen celingukan mencariku
(yang terlihat terisolasi ditengah kerumunan rekan-rekan). Beliau menarik
tanganku, dan membawaku pada beberapa turis Jerman yang menjadi penonton. Di
depan turis Jerman itu, dengan semangatnya beliau berkata “Ini yang namanya
Linda. Anak ini yang me-remake naskah dramanya sehingga menjadi lebih mudah
dipahami.” (kata-kata ini dalam bahasa Jerman tentunya haha, Cuma aku lupa dulu
gimana kalimatnya, pokoknya intinya kaya gini). Turis Jerman itu pun pada
nyalamin aku dan bilang sehr gut.
Aku
seneng bukan main, hyung. Ternyata
masih ada orang yang menghargai kerja kerasku. Dan itulah yang bikin aku sadar
bahwa keinginanku untuk menulis rupanya belum mati.
Sejak
dua bulan yang lalu aku memutuskan untuk menulis lagi. Yah meski kemampuanku
masih ecek-ecek.. aku menulis cerita remaja (cerita bersambung) dan mem-posting-nya
di salah satu website. Dan lebih dari yang kuduga, ternyata banyak yang suka
cerita itu. Aku pun jadi galau lagi.
Dan
hari ini, setelah ketemu kamu terus kamu bilang soal sekolah ke luar negeri dan
lain-lain, aku.. aku jadi termotivasi lagi. Aku ingin melakukannya, aku ingin
memperjuangkannya.
Tiap
kali abis ketemu kamu, entah kamu percaya atau enggak. Motivasiku untuk
menjalani masa depan (sesuai impianku) selalu muncul kembali. Motivasi untuk
jadi orang yang setidaknya bisa bikin kamu bangga punya temen kaya aku.
Meskipun aku enggak tau bagaimana caranya melewati `tembok besar’ yang sedang
mengelilingiku.
Arigatou..
sebuah
kata yang sejak dulu selalu aku pendam dihatiku buat kamu.
Arigatou, hyung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar