10 Maret 2013

Yogyakarta Mengajar(i)Ku

Pasutri bersepeda di Jalan Malioboro, (10/03)

"Meski bersepeda dalam arah yang sama, tapi Anda akan selalu menatap saya bukan? Bukan bangunan mewah itu, bunga-bunga segar ataupun rasa manis yang ada dalam sorot mata Anda, tetapi tetap saya kan? Jalanan seperti inilah yang saya SUKA dari Anda!" 

 



Pasangan sepuh "Kakek-Nenek" bersepeda di dekat Maskam UGM

"Kelak saya akan seperti mereka, sehat! Dan mungkin, bahagia? Ya, saya pasti akan menjadi 'sepuh', pikun, ataupun mabuk sinis. Melupakan hari pertama bersekolah, melupakan anonim-anonim yang membuat jantung saya  lompat galah, dan kenangan-kenangan tipis yang ingin saya genggam. Kelak, saya hanya akan memuja kesederhanaan 'sopir' saya, hanya berdua menyusuri jalan itu, tanpa letih dan tanpa harta "     


Selamat hari Minggu! "Selamat Hari Malas Sedunia".. ^_^

Tidak ada yang lebih indah selain melihat Yogyakarta tersenyum di pagi hari. Saat Anda nyenyak dalam dunia tidur dan "free time" seharian, Yoyakarta mulai bergerak. Satu dua kendaraan bermotor melaju kencang, beradu balap dengan sepeda biruku. Di kanan-kiri jalan, terhampar  'oknum-oknum' yang membuat saya mendilik tajam.  Pandang sesaat, mampir, bayar!  Rutinitas spontan inilah yang membuat saya hidup dan bebassss!!!!!

Saya menempuh rute ala saya atau lebih mudahnya "rute tanpa rute". Di mulai dari MM UGM, dan beberapa menit kemudian sepeda biru saya sudah terparkir cantik di Pasar Bringharjo.    


Bunga Rp 3.000,00
Saya membeli parfume alami, pengharum kamar saya yang penuh akan penghuni, Ibunya sangat baik dan ramah. Sebagian pendagang adalah perempuan, ada yang bersih-bersih, melayani pembeli dan ada pula yang tengah meronce bunga melati.


Perempuan-perempuan cantik ini menggoda saya

Bunga-bunga ini tidak hanya untuk 'nyekar', ditabur, dan bye-bye. Namun, dengan sedikit keberanian ,bunga ini dapat menjadi hiasan, pengharum atau teman mandi Anda! Dan bagi saya, bunga adalah.....



" Selain buku, bunga adalah kekasih favorit saya "

Memasuki Pasar Bringharjo dan menyipitkan mata, mencoba menamai setiap gerak mata pendagang "Mari mampir, saya kasih murah". Tujuan utama saya adalah pacar ketiga saya, BUAH. Naik ke lantai dua menemukan penjual buah dan saya gagal membaca dan menamai pandangannya. Kami saling bertatapan "".............", tak dapat saya baca. Demi etis dan wibawa, saya membawa satu kilo jambu dan dua kilo pepaya dari kios Bapak yang tak dapat saya namai. Selamat, Anda menang Bapak!

Merogoh kocek, mendilik lagi, mengelus dada, dan membayar parkir, Rp 1.000,00. Di dompet saya tinggal tiga ribu rupiah! Kalau ban saya bocorpun, saya tidak mampu bayar! Harus ditabung, sebelum saya melihat oknum yang satu ini...


Pecel adalah pacar keempat saya, andai saya pandai berhitung. Tradisional, alami, sehat dan hijau. Tiga ribu rupiah saya korbankan, menelan risiko jalan kaki bawa sepeda sampai kos, kalau-kalau ban sepeda saya bocor. Pecel akan selalu menjadi favorit saya, membuat saya bertukar pikiran dengan Ibu penjualnya, dan membuat saya tersenyum pada pembeli yang lain. Terima kasih PECEL!!! 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar