Nasionalism for Nation
Sebuah negara dengan penduduk padat, angka kriminalitas yang tak kunjung menurun, sarang koruptor, dan ‘lumbung padi’ yang kelaparan. Sebuah negara yang terangkum dalam Bhineka Tunggal Ika dan untaian-untaian mimpi Pancasila yang terus menjadi mimpi. Negara yang terlampau instan, banyak rapat sana-sini, konflik, menjudge, dan sulit mengeja apa itu demokrasi? Sebuah rumah khalayak ‘kandang’, berlubang, tak tahan goncangan dengan pemilik yang frustasi. Tanpa henti dicekoki pencitraan yang buruk, pemberedelan optimisme, dan pembatasan daya cipta. Masih layakkah negara ini disebut ‘rumah yang ideal’? Rasanya ini terlalu berlebihan. Indonesia tidaklah sedangkal itu. Untuk menjadi Indonesia yang seperti ini saja, bukanlah pemberian cuma-cuma. Namun, darah dan airmata adalah bukti bahwa Indonesia bukanlah omong-kosong. Menilai menjadi Indonesia dengan sudut pandang yang berbeda adalah harga mati. Menjadi Indonesia yakni menegakkan konsekuensi WNI sebagai nationalism for nation, bukan sebagai takdir atau pemberian tuhan karena Indonesia tidak butuh penduduk, tetapi butuh warga negara yang loyal pada negaranya.