23 Januari 2013

" I Want to be Alien"


“I want to be Alien”



 “Mungkin sulit untuk mengalahkan musuh, tapi mudah untuk mengalahkan diri sendiri-kode etik samurai”, (de Mente, 2009 : 76)

Setiap manusia  terlahir  dengan impian kesempurnaan dan keabadian empiris. Mencoba tuli dengan kecacatan dan terus bergerak  lari dari  polemik dan anarki dalam sebuah ruang. Mencoba meraba-raba sekat, berbaur dengan sakti lalu berimitasi demi bertahan hidup. Mengolah pikir dan bersimbiosis dengan rasa, mengelabui nurani. Manusia tercipta dengan segala macam risiko yang telah mereka catat dalam jalan masa depan. Kekuatan manusia sesungguhnya bukanlah apa yang dikatakan oleh sosial. Namun, bagaimana seorang pribadi mampu mengelabui kekosongan ‘makna’,  lalu menggores takdirnya sendiri dengan rasa bangga tanpa sesal.  Membentuk pribadi yang murni, pribadi yang berani berbeda dari orang lain. 

18 Januari 2013

Ilmuan ala Roman Picisan

Salam Buku!
Salam Masa Depan!
Salam Para Penulis!
Salam Pohon Jati !



Wahai malam yang budiman, gelapmu menambah gundah. Pikiran tak bertuan ini berontak menuntut kepastian. Masa depan hanyalah 'soal', dan saya tetaplah saya. Pemudi yang haus dengan ilmu dan keperkasaan logika. Hidup itu indah tanpa ada untaian-untain celoteh yang tertuang di atas kertas. Terus beranak pinak menuntun saya pada jurang 'sesat pikir'dan terus memaki masa lalu. Saya hanya ingin menjadi Ilmuan!!!

Masih segar diingatan saya, saat menempuh pendidikan di SD. Kegilaan saya terhadap sains tidak dapat terbendung lagi. Boleh saja nilai matematika saya buruk rupa, tapi jangan tanya nilai Fisika dan Biologi saya kala itu, 95 adalah nilai minimal. Semua orang membaca masa depan saya dengan pasti, 'Ilmuan".
Beragam percobaan telah terlaksana. Okulasi, hidroponik tanaman anggrek, penelitian pencemaran air sampai kecepatan cahaya bukan lagi hal baru. Pembuktian bahwa produk deterjen bermerek Rin** adalah

6 Januari 2013

Sang Pemburu Buah


SALAM MAHASISWA!

SALAM PETANI!

SALAM BUAH!



Selamat malam mahasiswa-mahasiswi yang budiman. Di malam bertabur hujan kali ini,  saya akan berceloteh mengenai hal yang muluk-muluk saja. Tema yang biasanya bikin ngantuk di Gedung Miring sana, akan saya coba angkat dengan cara yang berbeda, lalu  di komparasikan dengan kisah pribadi anak kampung teladan yang hidup di Kota Yogyakarta. Yeah...Inilah kisah Dewi, Sang Pemburu Buah.

5 Januari 2013

Kamikaze, Misi Sekali Jalan untuk Mati

"Kami mati untuk tujuan besar negara kami"

Foto sebelum berangkat menjalankan misi bunuh diri
Coretan-coretan yang saat ini duduk menemani saya, membuat saya untuk terus bercerita. Mengisahkan tentang "dia" dan berteriak keras-keras 'KITA BUKAN APA-APA". Saya sering dicap pengkhianat karena peduli dengan mantan penjajah itu. Tidak memiliki simpati dengan budaya bangsa. Menutup mata dengan sejarah perang, lalu menggadainya dengan hiburan. Sayangnya, kali ini anda salah menebak. Karena dari penjajah inilah saya belajar untuk mencintai negeri ini dan memandangnya bukan sekedar 'nitip' lahir.           

"Bangsa kita tak boleh terburu-buru mencari kematian", (Teruo)


Jepang, saya akui lagi-lagi anda membuat saya iri. Saya tidak iri dengan canggihnya Shinkansen, fashion-fashion anda yang mendunia, dan alat-alat elektronik anda yang berjubel di rumah saya.  Karena entah sudah sekian kalinya, anda membuat saya memutar kepala keras-keras. Bagaimana anda dapat membuat saudara-saudara anda yang berbeda-beda untuk mempercayai dan menyakini. Membuat mereka  memperjuangkannya hingga nyawa mereka habis dan berharap dilahirkan kembali untuk meneruskan perjuangan. Berharap nyawa mereka dipecah-pecah demi efisiensi pencapaian. Saya iri dengan saudara-saudara anda yang berani menulis ini di sela-sela Perang Dunia II,



"Saya akan menjadi perisai bagi Yang Mulia dan mati dengan bersih bersama komandan skuadron dan rekan-rekan saya. Saya berharap dapat terlahir kembali sebanyak tujuh kali dan berulang kali menghancurkan musuh", (Isao Matsuo)

Tentu saja, jasad mereka sudah menjadi abu di Lautan Hawaii, Manila, Korea, Iwo Jima dan Okinawa, tetapi jiwa-jiwa mereka masih hidup dalam surat-surat terakhir. Surat yang mereka tulis sebelum mejalankan misi untuk mati yang mereka yakini dengan teguh, tanpa keluh dan diiringi dengan rasa bangga. Mereka adalah saudara-saudara yang mengajukan diri dan terpilih untuk melindungi anda dan untuk melindungi Yang Mulia Kaisar. Mereka yang masih berusia 20 tahunan dan sukses membungkam bangsa barat. Mereka yang memutuskan untuk mati sembari menggenggam foto keluarga, kenangan bunga ceri di musim semi dan bendera matahari terbit. Demi lahirnya Jepang baru yang lebih baik.
"Satu-satunya pembenaran untuk mengikuti ketentaraan ini adalah kesempatan yang diberikan untuk mati bagi negara", (Teruo Yamaguchi). 
Boleh saja Amerika memenangkan Perang Dunia II, tetapi mereka harus banyak belajar kepada Jepang. Saat Pearl Harbour hancur pada 7 Desember 1941 bukan karena kode-kode Jepang yang sulit ataupun keterlambatan berita yang memukul telak Amerika. Namun, bagaimana mungkin sekitar seribu orang pilot bersedia untuk mati dengan jalan seperti itu, bunuh diri dan menjadi pahlawan.  Amerika tidak menyadari atau mungkin acuh terhadap kekuatan 'keyakinan' bangsa Jepang terhadap leluhur, terhadap Dewa dan Kaisar. Mereka tidak menduga bahwa ribuan pemuda mengajukan diri untuk bergabung dalam trik Kamikaze (Dewa Angin). Kamikaze merupakan sebuah taktik sekaligus satuan pasukan udara Jepang yang memiliki misi bunuh diri dengan menabrakkan diri di kapal-kapal musuh. Mereka yang membawa 250 kg bom dalam pesawat yang sewaktu-waktu dapat meledak dan harus mati di kapal musuh. Siapa lagi yang  mau melakukannya, kalau bukan Kamikaze?
"Kekhawatiran terbesar saya bukan terhadap kematian, tetapi bagaimana meyakinkan diri bahwa saya dapat menenggelamkan kapal induk musuh" (Susumu Kaijitsu)

Dan saat saya menonton video pertempuran antara Amerika Serikat dan Kamikaze, tentara Amerika tampak seperti main game yang menembaki pesawat dengan jumlah sedikit, pesawat yang diawaki  oleh pemuda-pemuda siap mati. Lalu, mereka yang berbicara atas nama dunia, mencari pembenaran untuk merusak bangsa lainnya. Mereka yang melempar wacana demi kedamaian dunia dan embel-embel lain dan terus memulai perang baru. Bukankah kemakmuran yang menjadi cita-cita anda, lalu untuk apa perang? Dan saat ini saya mulai iri dengan Jepang sebagai remaja yang memperjuangkan keyakinannya. Potongan-potongan surat Pilot-pilot Kamikaze yang membuat saya terus bertanya 'mengapa?'

"Sekarang saya hidup dalam dalam mimpi yang esok hari  akan membawa saya pergi dari bumi", (Ichizo Hayashi)
Sumber:  KAMIKAZE PASUKAN UDARA BERANI MATI JEPANG PADA PERANG DUNIA II